Postingan

Something in April

Gambar
Malam ini aku mendapatkan kabar dari temanku. Mantanku yang brengsek itu akan menikah dengan selingkuhannya itu. Aku tidak tahu bagaimana pastinya yang terjadi. Tidak ada seorang pun yang mengklarifikasi semua itu. Hanya itu yang aku pahami dari sisiku. Aku tidak menyangka akan menulis hal itu sebagai tulisan pertama tahun ini. Kupikir aku akan menulis sesuatu tentang ulang tahunku ke-30. Entah kenapa aku sangat repot sejak awal tahun. Banyak sekali perkerjaan. Banyak sekali kegiatan, kurasa begitu. Baiklah, kembali ke-kabar itu. Ada terselip sedikit perasaan sakit. Entah asalnya darimana. Apakah karena sempat terbersit dikepalaku bahwa aku ingin ia kembali saja? Tapi toh, nyatanya aku menolak ketika ia ingin kembali. Atau karena rasa kasihan pada diriku sendiri. Aku merasa telah melakukan hal baik, tapi ini yang aku dapatkan? Kenapa hidup orang jahat mulus sekali? Haruskah kudoakan buruk? Tapi apa untungnya untukku? Kasihan juga mereka? Setelah jauh kupikir, tahun ini harusnya,-jika s

Sedekat itu dengan kematian

 Hal apa sebenarnya yang membuatmu bertahan hidup? Baiklah coba kuganti pertanyaannya. Hal-hal apa yang membuatmu lupa bahwa kamu akan mati? Jika suatu kali kau bilang aku alasanmu bertahan hidup, kenyataannya kamu hanya menjadikan aku tameng. Terakhir kali kau menggunakanku untuk orang lain. Lagi-lagi kita membahasa 150 juta itu. Dan bahkan untukku yang hanya 14 juta saja kau nampak cuek. Lalu siapa aku untukmu? Masihkah aku alasanmu hidup? Kenapa kamu tidak diam saja ketika dipukuli sampai babak belur lalu mati? Kenapa kamu mempertahankan hidup? Orang mati mengurus orang mati kata Alkitab. Maka yang hidup urusan yang hidup. Hari ini, ketika aku bicara tentang motto hidupku "Cantik sampai 27, lalu mati dengan bahagia", kau selalu marah. Padahal untuk apa aku hidup? Kadang kupikir-pikirkan, kurenung-renungkan menjelang tidur. Untuk siapa aku hidup. Untuk berbuat baik sama orang-orang, kah? Persetan dengan orang. Orang saja tidak semuanya baik. Banyak yang kesulitan karena keg

23 Maret 2023 - 29 tahun 6 hari

Aku hanya berusaha bertahan hidup setiap hari. Sudah lama kalimat itu tidak muncul difikiranku. Tenang, aku masih tetap jarang bicara kalau tidak perlu. Tapi hari ini banyak hal memicu kalimat itu keluar dari kepalaku. Semua hal terasa lebih menyakitkan dari biasanya ketika kalimat itu muncul. Aku bahkan mengingat semua rasa sakit yang sudah lama aku lupa. Tambah lagi ini masih pekan ulang tahun. Kau pasti ingat alasan aku membenci hari ulang tahun. Hal-hal seperti ini di hari yang kuharap akan baik. Bajingan-bajingan itu memang paling tahu caranya mengungkit masalah dan membuatku kesal. Tidak ada yang benar-benar kuinginkan saat ini. Hanya uang, tidur yang cukup dan ketenangan. Aku sedang tidak tertarik merasa sakit dan kecewa. Banyak hal kulakukan sebagai cara menyiasati kehidupan saja. Mengatur keuangan dengan baik karena sadar bukan orang kaya. Tidak punya gaji besar. Kebutuhan saja yang makin besar. Juga dengan hutang yang dibebankan baik secara langsung maupun tidak. Perkara itu

Monster

They called me a monsters, maybe it is true. Dulu sekali kalimat ini muncul atas judgement  orang-orang yang melihat betapa keras dan disiplin aku pada diriku sendiri. Semua tindakan dan keputusan yang kuambil selalu presisi dan sekian langkah kedepan untuk saling menopang sekian banyak rencana. Dengan cepat memutuskan mana yang harus dikorbankan dan diperjuangkan untuk mengambil langkah efisien dan untung maksimal. Kadang mereka juga protes karena aku sama sekali tidak trenyuh pada hal-hal yang harus dikorbankan. Besar-kecil, orang atau barang, materi atau perasaan. Bagiku saat sedang berjuang semua sama saja. Pada prinsipnya memang harus ada yang dikorbankan. Jika mau untung besar, harus berani bertaruh besar. Karena kondisi yang ingin dicapai, kadang juga mesti berkorban besar. Mulai dari situ julukan monsters berawal. Kali pertama aku menyangkal semua itu. Karena kupikir orang-orang yang santai tidak akan mengerti bahwa peluangku sebenarnya sempit. Lahir dengan kehidupan yang kera

Aku

Hari minggu-mendung-kerja tiba-tiba bikin aku inget cerita lama ibuku. Menikah pada usia yang menurut orang pada zamannya sudah terlalu matang. Mungkin dengan orang yang dicintainya,-iya, maksudku bapakku. Kalo tidak salah ingat setengah terpaksa menikah.  Lalu hamil dan kembali ke Jakarta untuk kerja sebagai guru les tapi kali ini dengan bapakku sebagai beban. Laki-laki yang berpenampilan bersih taunya bisa makan tapi tidak bekerja. Tidak heran, latar belakang bapakku sebagai satu-satunya anak laki-laki almarhum Mbah Uti dan Mbah Akung dari enam saudara. Pernah mengancam mau membakar rumah Mbah Uti cuma karena pengen dibeliin motor. Tinggal menumpang pada sebuah keluarga di kompleks pabrik susu di bilangan Jakarta Selatan. Mungkin kompleks pabrik susu atau pekerja pabrik susu atau dulunya pabrik susu, entahlah. Tidak pernah ada pembicaraan detil tentang masa lalu ibu dan bapakku. Hanya potongan-potongan yang bahkan baru mulai diceritakan ketika usiaku sudah hampir seperempat abad. Dim

Mending curhat (nulis) daripada bisulan

Topik ghibah kita kali ini adalah hubungan beda agama. Beberapa kali dekat dengan pasangan beda agama tapi baru satu kali berani memutuskan berpacaran. Dan hasilnya tetap mundur teratur. Ada beberapa poin yang menjadi pertimbangan buatku dalam hubungan beda agama. Pertama,  kalau mau disepelekan, sebenarnya agama itu cuma tatanan norma supaya orang-orang bisa hidup dengan tertib dan gak saling sikut. Tapi makin lama orang makin gila sama agama. Hal ini udah diprediksi banyak filsuf sejak awal masehi dan terbukti  sekarang. Banyak orang menganggap agamanya paling benar sampai mengklaim bahwa agama orang lain adalah keliru. Kalau bicara soal fanatik, aku juga. Menurutku, agamaku paling baik dan aku tidak tertarik untuk menganut agama lain sampai saat ini. Tapi tidak sampai berfikir bahwa agama lain itu buruk. Ya, kita emang beda, cukup menghargai saja karena sejak awal memang dua hal yang beda. Ngapain lagi di-compare. Kedua,  tentang hubungan-pernikahan beda agama itu sendiri. Aku priba

Piring cantik

Gambar
Ada banyak stigma negatif tentang piring keramik cantik hadiah sabun cuci atau kebutuhan rumah tangga yang lain. Kalau mau mendengar cerita tentang piring-piring keramik cantik di rak dapurku, kuawali dengan perseteruan antara kulitku dan detergen. Butuh lebih dari 10 tahun bagiku untuk memilih detergen yang cocok. Detergen baik dalam bentuk bubuk, cair atau krim tidak pernah berkawan dengan kulit tanganku. Efek paling ringan yang terjadi setiap kali kontak dengan detergen dalam berbagai bentuk tadi adalah telapak tangan yang kasar dan pecah. Lebih parah akan menyebabkan kulit mengelupas dan yang paling parah buku-buku jariku langsung sobek atau berlubang. Mudah saja sebenarnya, aku tinggal laundry atau cari pembantu. Tapi keduanya bukan opsi yang mudah untuk kondisi keuangan yang cekak .   SD kelas 4, setelah adikku lahir, aku mulai membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah termasuk berurusan dengan detergen tadi. Mencuci popok dan pakaian bayi, kadang juga bajuku sendiri bahkan baju

Cantik sampai usia 27, lalu mati dengan bahagia.

"Cantik sampai usia 27, lalu mati dengan bahgia." Buatku ini kalimat sakral. Kalimat yang menguatkan untuk semangat mempersiapkan kematian dan memastikan orang-orang tersayang tercukupi dengan baik. Juga rasa putus asa terbesar terhadap kehidupan. Kalimat ini pertama kali muncul dibenakku lima atau enam tahun yang lalu. Kurenung-renungi hingga kupikir "ah,..ada benar-/baiknya juga." Kalimat ini kujiwai hingga aku memastikan semua hal terbaik yang kulakukan untuk apapun. Orang, barang, tanaman, kehidupan yang lain disekelilingku. Hidup baik dan berguna untuk orang lain adalah prinsip. Supaya 27 tahun yang kutinggalkan untuk hidup dikenang dalam hal baik dan menyenangkan. Aku paham bahwa hal-hal bahagia berubah menjadi rasa ngilu dan sesak setelah perpisahan. Tapi kupikir itu lebih baik ketimbang menorehkan banyak luka untuk kehidupan. Membuang sampah sembarangan,-yang mungkin tidak akan membusuk dalam puluhan tahun. Jauh lebih lama ketimbang tubuhku ketika aku ma
Gambar
pernahkah kau merasa menginginkan sesuatu sampai tak ingin diganti dengan yang lain? atau kau hanya sekedar malas beradaptasi? atau lebih pada perasaan yang tidak dapat dijelaskan. Seperempatnya menenggelamkan diri. Sisanya bunuh diri. Jatuh dan cinta. Kadang tidak penting siapa orangnya, hanya rasanya.
Mungkin aku adalah salah satu orang yang merasa beruntung dengan adanya Covid-19. Bukan berarti aku senang dengan keadaan yang serba tak menentu seperti ini. Atau mungkin aku hanya berusaha menemukan sisi positif dari semua kepelikan keadaan. Aku mendapatkan jam kerja yang aku dambakan selama ini. Hanya ke kantor kalau ada jam ngajar dan keperluan tertentu. Profesi dosen-ku yang sebenarnya.

Hand

Gambar
Terus terang, hal pertama yang selalu aku liat dari seorang cowo adalah tangan. Entah kenapa? Ada filosofinya tentu. Tapi jika ditanya kenapa, entah. Aku juga tidak paham. Semisal rindu pun, hanya perlu foto tangannya. Tidak terlalu perlu wajahnya. Lucu? Filosofi ini mulai kuamini ketika muncul dua kata di kepalaku, "magic touch". Entah darimana datangnya kata itu. Muncul begitu saja. Magic touch yang dimaksud adalah perasaan tenang, aman dan nyaman yang muncul ketika kita disentuh seseorang. And I think, cowo harus punya itu. Tangan yang ketika menyentuh dan bisa memberikan ketenangan. Diakui atau tidak, ada saat-saat kau disentuh seseorang tapi cemasmu tidak reda. Atau sebaliknya. Bisa dikatakan semua berdasarkan pengalaman. Nah, ini satu lagi pengalaman. Sebuah tangan yang hold you tight di depan umum, didepan banyak orang, dan tidak ingin melepaskan. Ada perasaan kalau kita ini penting, dilindungi, aman dan yakin. Pengalaman-pengalaman inilah yang bikin aku obsesi bang

Pahlawan

Aku, mungkin kami lebih tepat. Kami selalu menyelidiki latar belakang target. Keluarga yang tidak rukun, murtad, yatim atau piatu, korban bully. Semua data itu secara lengkap kami kumpulkan dari berbagai sumber. Tujuannya hanya untuk menyelamatkan target. Mengangkatnya dari perasaan buruk, merasa tidak diinginkan, dikucilkan. Kami mendekatinya, menjadikannya teman, menjaga, menguatkan, menjadi sahabatnya, menjadi kakak baginya. Tapi diusia kami yang sekarang ini Cara paling mudah yang kami tempuh adalah memacari. Sekalipun begitu, tidak pernah ada maksud menyakiti. Dan kami pun tidak pernah bermain-main. Semua dikerjakan dengan sepenuh hati. Jika pada akhirnya kami benar-benar jatuh hati, kami tidak akan menolak perasaan itu. Tidak jarang dari kami menikah dengan target. Selama tujuan tercapai,-target selamat, semua baik-baik saja. Menikahi orang-orang dengan latar belakang yang buruk, memacari orang-orang yang dianggap tidak ideal, dan banyak hal lain yang anomali dari pandangan umum

Gemini

Bagiku, semua seperti sudah habis. Aku kehilangan semua harapan yang sudah kususun sedemikian rupa. Bagiku, kehilanganmu lebih rumit dari banyak hal. Rumit pula untuk dijelaskan. Tidak akan ada orang yang benar-benar mengerti orang lain. Makanya kubilang, bagaimana pun aku menjelaskan kerumitan itu. Kau tidak akan pernah mengerti seperti aku mengerti semua ini. Aku tidak punya uang. Tidak punya pekerjaan seperti yang kuinginkan. Hidup sendiri. Tidak punya kesempatan melakukan perjalanan sedikit pun. Dipisahkan dari teman-temanku. Dan hal terakhir yang diambil dariku, aku tidak punya kekasih. Benar, kan. Kau tidak merasa ini masalah yang besar. Sudah kubilang berulang kali, kau tidak akan mengerti. Kau pasti akan bilang aku hanya sedang patah hati, belum move on, semua akan diganti. Kau akan menemukan yang lebih baik. Rencana Tuhan lebih baik. Kau tidak mensyukuri pekerjaanmu saat ini. Kau harus banyak bersyukur. Sangkamu aku ini apa? Aku bukan tipe kacangan sepertimu. Sudah lah. Kau t

Apakah hidup seperti ini?

Gambar
Apakah hidup seperti ini? Dulu aku pernah menemukan kalimat "Cantik sampai usia 27, lalu mati dengan bahagia". Papaku marah-marah karena takut mamaku membacanya kemudian khawatir. Aku bukan anak kesayangan mama memang, ada adikku lagi. Tapi perjuangan mama dan pengorbanannya yang paling besar ada pada masaku. Aku jeri jika harus mengalami masa-masa yang mama lewati itu. Kekerasan dalam rumah tangga, tekanan keluarga besar, kondisi finansi yang buruk, suami yang gila, tidak bekerja, tekanan pekerjaan. Mati saja kan beres. Kalau sudah mati kan tidak perlu repot memikirkan tetekbengek yang ada di alam. Sudah tidak perlu repot lagi mikir besok mau pakai baju apa. Tidak perlu lagi masak untuk makan. Tidak perlu membayar tagihan bulanan, mengasuransikan diri, berobat, menabung. Hidup saja sebagai orang yang cantik. Lalu mati dalam kondisi cantik. Cita-cita yang simple. O iya, aku tidak sedikit pun membahas tentang pacaran, atau sekedar relasi pertemanan, atau keluarga atau semac

30 hari bercerita (4)

Gambar
Day 4 for @30haribercerita Beberapa halaman dibiarkan kosong untuk setidaknya sebuah alasan, 4 Januari 2019. . . Setelah perasaan-perasaan yang cukup. Cukup tau bahwa aku menyayangi seseorang. Cukup tinggal pada satu hati saja. Cukup. Cukup hidup dengan keadaan yang sekarang. Tidak mencari lagi. Tidak membuat masalah lagi. Cukup. Cukup dengan pekerjaan. Cukup dengan pasangan. Cukup dengan segala yang dimiliki. Cukup. Beberapa keadaan memang cukup didiamkan begitu saja. Bukan berarti tidak peka. No act. Tapi rahasia semesta bekerja. Kau bilang waktu itu dengan galak. "Kamu ini bebal, ngeyel. Tidak pernah mau dengerin aku." Kamu memang tipe yang begitu. Semua hal dievaluasi. Semua harus clear. Clear, atau apalah itu. Menurutku lebih penuh artinya. Bukan seperti bersih, atau hilang, atau...pokoknya clear. Semua harus beres. Ah, kenapa orang-orang lebih suka cerita sedih. Tentang cinta yang tak sampai, cinta yang terbagi, atau tentang cinta-cinta sedih yang lain. Sement

30 hari bercerita (3)

Gambar
Day 3 for @30haribercerita Halaman kedua yang kosong, 3 Januari 2019 . . Keliru kah jika seseorang merasa cukup? Tidak memerlukan apa-apa lagi. Tidak menginginkan apa-apa lagi. Dalam artian cukup. Mensyukuri apa yang ada pada dirinya saat ini, apapun keadaannya. Menikmati apa-apa yang datang. Ikhlas apapun yang pergi. Tidak mengharap-harap apapun lagi. Sudah dititik pas. Cocok. Kusampaikan pertanyaanku sore itu. Kau kaget sebentar. Lalu manggut-manggut sambil mengelus jenggot yang aku tak dapat melihatnya. Kalo menurutku merasa cukup itu sangat baik. Tapi bukan minimalis. Dosa lho menyia-nyiakan talenta. Ingin lebih pun bukan karena gengsi. Jawabmu. Menyilangkan tangan mendekap tubuhmu sendiri. Kenapa? Lanjutmu lagi bukan dengan penjelasan. Tapi pertanyaan. Dagumu mengrenyit seperti kakek-kakek. Kenapa loyo? Biasanya otakmu penuh. Bibirku naik sebelah. Tersenyum kecut. Aku hampir mengartikan semua ini kehilangan harapan. Bodohnya. Cangkul yang dalam, katamu. Aku hampir mat

30 hari bercerita (1)

Gambar
Day 1 for @30haribercerita Halaman pertama, 1 Januari 2019 . . Hai, hidup. Akhirnya kita bertemu hari ini. Awal yang sulit. Tangisan sepanjang malam. Sampai pagi ini masih. Apakah hidup selalu tentang pilihan-pilihan? Takdir yang mencelos jauh dari perkiraan. Mungkin aku satu-satunya manusia tanpa harapan sekarang. Menerima begitu saja pemberian semesta. Manut saja. Sedih ya menangis. Senang ya tertawa. Aku benar-benar tidak menginginkan apa-apa. Marah sewajarnya. Ngambek kalo tidak cocok. Apakah hidup selalu tentang keputusan-keputusan? Menimbang-nimbang lalu memilih yang paling baik. Kupikir aku sudah benar. Nyatanya lagi-lagi nasib melompat jauh dari liang. Apakah keputusan serumit itu? Ingin ini memikirkan keselamatan si anu. Mau itu memikirkan perasaan si nganu. Mau begini harus ini dulu. Mau begitu tidak boleh itu dulu. Langsung saja sih pada kasusnya. Apakah salah mencintai dua orang dalam sekali waktu? Aku hanya berusaha jujur dengan perasaanku, pada diriku sendiri bahwa a